Soekarno (2013): Itu Soekarno Sungguhan?
17:18
Bunga mawar tidak mempropagandakan harum semerbaknya, dengan sendirinya
harum semerbaknya itu tersebar di sekelilingnya.
Diselingi kontroversi
dari Putri Sang Proklamator Rahmawati, film ini akhirnya tayang perdana
Rabu 12/3 lalu di Bandung. Film ini digadang-gadang sebagai arahan terbaik dari
Hanung Bramantyo yang sebelumnya sukses menggarap “Habibie Ainun” (2013) dengan
rekor penonton mencapai 4 juta. Sebuah hasil yang fantastis mengingat sulit
untuk merekonstruksi adegan tempo dulu dengan kondisi saat ini, namun Hanung
berhasil dan membuktikannya lewat “Habibie Ainun”, dan “Sang Pencerah”. Lantas,
bagaimana kiprahnya untuk film “Soekarno” ini?
Diawali dengan digerebeknya rumah kosan Soekarno (Ario Bayu)
oleh tentara Belanda, ia lantas ditahan sementara di LP Banceuy, Bandung. Ia
pun dikisahkan telah menikah dengan Inggit Ganarsih (Maudy Koesnaedi) yang
sering berkunjung membawakan makan siang. Di Lapas, dikisahkan bagaimana
Soekarno berada dalam keterbatasan dan membuat pledoinya yang terkenal “Indonesia
Menggugat” di pengadilan di Bandung.
Setelah itu, ia didakwa 4 tahun dalam pengasingan (exile) di
Bengkulu. Di sana ia bertemu dengan anak didiknya Fatmawati dan dikisahkan
membantu Jepang dalam menemukan simpati rakyat Indonesia.
Ada banyak hal yang saya kagumi dalam film ini, terutama
tokoh Soekarno yang diperankan oleh Ario Bayu. Di satu sisi ia terlihat begitu
menyatu seperti perawakan dan bentuk wajah yang mirip. Cara bicaranya pun
lantang sehingga sangat mirip dengan Soekarno. Sayangnya, di beberapa adegan
tidak keluar kharisma yang dimiliki oleh Sang Proklamator tersebut. Ario hanya
berusaha menjadi mirip Soekarno, namun tidak bisa untuk menjadi Soekarno.
Fakta lainnya adalah jika Anda telah menyaksikan Habibie
Ainun, maka akan menemukan beberapa lingkungan yang mirip dari detail
lokasinya. Berebeda dengan Habibie Ainun, pengeditan dalam film ini menggunakan
tone warna yang lebih redup sehingga gambar yang dihasilkan tidak kontras dan
memberikan efek “jaman dahulu”.
Sesungguhnya inti dari sebuah film adalah ceritanya itu
sendiri. Menurut saya film “Soekarno” ini kebanyakan menekankan sisi Inggit
Ganarsih sebagai istri. Terdapat hal yang membuat peran Soekarno menjadi
dikesampingkan.
Saya mendambakan sosok Soekarno yang terlihat “baik” di mata
penonton. Terlebih ini film yang melibatkan anak dari Soekarno itu sendiri.
Sungguh disayangkan sosok SOekarno yang genit, keras kepala, aditif (merujuk
pada Sjahrir), tetap ada dalam film tersebut. Tentu akan sangat membanggakan
bagaimana Soekarno dapat menjadi seperti ini karena didikan ayahnya, bukan
karena cintanya yang ditolak oleh gadis(?) bule.
Ya, sungguh disayangkan. Padahal, akan sangat jarang sineas
yang dapat membuat film se-mahal dengan
gaya penyajian yang seperti dilakukan Hanung. Tentu akan lebih membanggakan
ketika proklamasi menjadi klimaks dan diakhiri dengan meninggalnya Soekarno di
akhir sebagai anti-klimaks.
Peran yang patut dipuji tentu Lukman Sardi yang memerankan Bung Hatta. Sosoknya sungguh tepat bahkan memiliki kharisma yang melampaui Ario Bayu sebagai Soekarno.
Banyak adegan yang dari beberapa buku yang saya baca tidak
sesuai. Misalnya kejadian di Rengasdengklok. Menurut Tjokropranolo dalam bukunya
“Jendral Soedirman”, SOekarno turut mengajak putranya ke Rengasdengklok. Selain
itu, menurut seorang guru sejarah, ketika pembacaan proklamasi ada dua orang
tentara Jepang yang melintas. Tentu hal-hal tersebut dapat menjadi “drama” di
film ini tanpa harus membeberkan “kejelekan” Soekarno. Bukankah film ini ditambahkan
naskah Bahasa Inggris di bawahnya? Bukankah ini tujuannya untuk memudahkan jika
ditayangkan di luar negeri?
Apakah Hanung dan Punjabi CS tidak malu punya proklamator
seperti yang ditampilkan dalam film tersebut disaksikan orang banyak—meskipun itu
benar? Saya sih malu.
Oya, satu lagi. Jika Anda menyaksikan film ini, coba hitung
berapa orang yang berdiri ketika menyaksikan lagu Indonesia Raya di awal film.
Sedikit?
Film ini bagus dari segi teknik dan segalanya. Cocok untuk
hiburan di akhir tahun.
Rating: 9/10
0 komentar