Trotoar untuk Motor
13:27
Akhirnya, semua merasa dirugikan
Menarik ketika populasi si kuda besi meningkat tajam, namun
panjang jalan tak jua bertambah. Akhirnya, kemacetan selalu menyergap kota kita
tercinta ini, terutama di akhir pekan. Arus yang memang sudah padat, ditambah
dengan membanjirnya kendaraan para turis, membuat jalan-jalan arteri pun
terkena imbasnya. Kompleks perumahan yang dijadikan jalan alternatif mau tidak
mau menanggung beban kemacetan. Akhirnya, semua merasa dirugikan.
Arus yang padat membuat pengguna sepeda motor dapat menggunakan
kelebihannya. Seperti air, mereka mengisi celah-celah yang ada. Jangan heran
jika Anda melihat pengendara motor lebih elastis ketimbang karet gelang,
meliak-liuk bagaikan ular. Jika jalanan sudah benar-benar penuh, mereka
berpura-pura menjadi pejalan kaki dengan menaikannya kendaraannya ke trotoar.
Jangan heran jika banyak trotoar ‘mewah’ yang diberi keramik
di atasnya, cepat hancur atau rusak. Selain karena faktor alam, sebenarnya
keramik trotoar ini tidak mau menahan selain berat manusia. Trotoar yang tinggi
pun seolah dijadikan ajang ‘off-road’ bagi pengendara motor.
Hak pejalan kaki di Kota Bandung sudah terancam. Di
seputaran Jalan Dago, pejalan kaki harus berbagi trotoar dengan pengendara
sepeda. Di Jalan Merdeka, pejalan kaki harus rela nyawanya terancam karena
trotoar sepenuhnya digunakan pedagang kaki lima.
Trotoar yang diberi pagar pun malah membuat pejalan kaki
tidak nyaman. Para tunawisma seolah meminta tarif jika pejalan kaki ingin
lewat. Sementara di jalan raya, PKL menjadikan pagar tersebut sebagai fondasi
awal tempatnya berdagang.
Saya menyarankan kepada pemerintah kota untuk membangun
trotoar khusus untuk motor. Hal ini dilakukan untuk mencegah pengendara motor
yang menyelinap masuk ke trotoar pejalan kaki. Trotoar ini tak perlu disimpan
berdampingan dengan trotoar pejalan kaki. Bisa saja disimpan di tengah sebagai
median jalan, karena pengendara motor umumnya menyukai tantangan.
Sementara itu, PKL
tidak perlu dibuatkan trotoar karena sebagian besar dari mereka, lebih senang berjualan
di badan jalan. Jika hak pejalan kaki sudah direnggut, maka tak perlu lah
mengeluarkan biaya mahal untuk membangun dan mempercantik trotoar.
*seperti dimuat di Harian Pikiran Rakyat, Jumat 3 Agustus 2012
0 komentar