Java Heat (2013): 145 Miliar yang Percuma
18:44
This is my case. Yes, But This is my country.
Sebuah kabar mencengangkan ketika ada film yang katanya
produksi Indonesia dengan biaya produksi mencapai 145 miliar. Ya, digarap
dengan kesulitan tinggi yakni dengan mengambil gambar di Candi Borobudur serta mendatangkan
beberapa pemain bule, Java Heat diharapkan dapat mendobrak film-film bergenre
action yang sebelumnya dipandang sebelah mata di Indonesia.
Cerita dimulai dari Jake (Kalen Lutz) yang diinterogasi oleh
Letnan Hashim (Ario Bayu) mengenai peledakan bom di Kesultanan Jawa. Dampak
dari peledakan itu adalah meninggalnya sang sultan perempuan pertama di Jawa
Sultana (Atiqah Hasiholan). Para polisi pun diharapkan dapat menangkap siapa
pelaku di balik semua ini.
Penangkapan demi penangkapan pun dimulai beberapa
diantaranya melakukan bom bunuh diri ketimbang harus ditangkap. Polisi
mencurigai Faruq sebagai pelaku pemboman, namun misteri tak semudah itu untuk
dipecahkan. Kemungkinan lain mengarah kepada Jake ketika semua kebohongan demi
kebohongannya mulai terungkap.
Disutradarai Connor Allyn film Java Heat begitu menggebrak
lewat trailernya yang menampilkan sejumlah ledakan dan berbagai aksi
kejar-kejaran. Tentu hal inilah yang menjadikan alasan kenapa penonton harus
menyaksikan Java Heat. Biasanya adegan di trailer adalah semi-klimaks atau
belum pada tahap tertinggi suatu film. Sayangnya, di Java Heat tayangan
tersebut adalah tayangan paling klimaks artinya tidak ada lagi ledakan-ledakan
besar di film ini. Berdasarkan perhitungan ada dua ledakan besar serta beberapa
ledakan kecil. Paling lucu adalah ketika sebuah gerobak bakso meledak dan
menghasilkan efek yang menurut saya terlalu dibesar-besarkan.
Mendatangkan salah satu keluarga Cullen dari Twilight tentu
bukan pekerjaan mudah, namun Kallen lah yang menjadi bintang dalam film ini.
Dianugerahi dengan badan yang proporsional, Kalen layaknya Jason Bourne dalam
tiga seri Bourne. Jika tak ada Ario
Bayu di dalamnya, penonton pasti berfikir bahwa ini adalah film produksi
Amerika yang shooting di Indonesia karena seluruh percakapannya menggunakan
Bahasa Inggris.
Akting Kallen memang tidak 100% namun jika dibandingkan
dengan pemeran lain, ia adalah bintangnya. Terutama jika dibandingkan dengan
Rio Deanto yang menurut saya film ini adalah film terburuknya. Ia berakting
sedemikian kaku entah karena tunangannya yang juga main di film ini atau
bagaimana.
Tidak ada film yang tidak meninggalkan kritik karena
“ketidak-mungkinan-nya”. Di awal saya begitu mengagumi bagaimana Kallen
menembakan senjata. Meski hanya berjenis pistol namun terasa realistis karena
suara dan efek yang ditimbulkan. Namun seiring waktu berlalu, adegan
tembak-tembakan menjadi tidak realistis sama sekali. Bayangkan sebuah AK47
dijinjing dan ditembakan begitu mudah tanpa recoil sedikitpun. Dan di beberapa bagian
kita bisa tahu bahwa mereka tidak menembakannya.
Film ini juga begitu gelap bahkan ketika adegabn
kejar-kejaran di malam hari dan kejar-kejaran di terowongan, saya seperti
menonton bayangan yang tengah berlarian. Syaang sekali padahal kejar-kejaran ini
dapat dibuat lebih indah lagi terlebih akting yang pas dari Kallen.
Tentu terburuk dari film ini adalah cerita itu sendiri.
Tidak ada dari cerita yang terlihat memberikan pesan moral. Semuanya tampak
begitu klise. Tertidur di tengah film pun sepertinya tak akan jadi masalah
karena film ini seperti 1+1 mudah diterka hasilnya. Apalagi dialog-dialog yang
dikeluarkan seolah kosong.
Harga 145 miliar tentu saja bukan uang yang sedikit. Namun
jika saya lebih memilih saya lebih baik membangun sebuah pabrik dan mempekerjakan
sejumlah uang ketimbang membuat film yang outputnya ternyata seperti ini. Java
Heat jelas sebuah presentasi yang buruk di kelasnya, namun jika mengingat ini
adalah film Indonesia, film ini masih 3 tingkat di bawah The Raid.
Rating: 4.0
0 komentar