Mana Hasil Studi Banding?
17:59Nah, ini tulisan terakhir saya di surat pembaca Pikiran Rakyat. Sayangnya, saya tidak punya dokumentasinya juga. Jadi tidak tahu apakah ada yang ditambahkan atau dikurang. Yang jelas, judul yang digunakan masih sama. Ini menceritakan kegoblogan anggota DPRD Kota yang studi banding masalah PKL tapi malah tambah amburadul. Pleasee:
Setiap ada kesempatan menyusuri jalan di Kota Bandung, saya selalu menghindari jalan Oto Iskandar Di Nata, terutama di sore hari. Alasannya, karena jalan yang selalu tersendar karena PKL, lampu lalu lintas yang mati, hingga kendaraan yang parkir di badan jalan.
Problematika pedagang kaki lima (PKL) ini, seolah tiada akhir. Tidak ada yang bisa disalahkan. Umumnya, para PKL menggantungkan hidupnya dari hasil berjualan. Lalu, mengapa mereka tidak berjualan di pasar sebagai tempat semestinya mereka berada?. Mungkin jawaban yang terlontar adalah pengelolaan pasar yang masih buruk.
Pikiran saya kemudian mengawang ketika beberapa tahun yang lalu, harian ini memberitakan tentang kegiatan studi banding yang dilakukan Pemkot Bandung ke Solo dan Surabaya mengenai masalah PKL. Dari pikiran yang terbatas itu lantas saya berpikir, sungguh percuma pemkot melakukan studi banding kalau hasilnya malah terjadi penurunan.
Kalau saya perhatikan, PKL di pinggir taman Tegallega ternyata mengalami “peningkatan”. Tahun lalu, jumlah mereka masih sedikit dan hanya menggunakan trotoar sebagai fasilitas berjualan, meski harus kucing-kucingan dengan satpol PP. Kini, para PKL telah merampas tiga lajur jalan Oto Iskandar di Nata dan bergabung dengan PKL yang ada di Astana Anyar, sehingga menambah semrawutnya jalanan di Kota Bandung.
Lalu, inikah hasil dari studi banding itu?. Benarkah tidak ada tindakan apapun untuk mengatasi masalah PKL di Kota Bandung?. Saran saya kalau pemkot mau berwisata kuliner atau fashion, tidak perlu jauh-jauhlah ke Solo atau Surabaya, di Bandung pun masih banyak tempat wisata yang siap untuk ditata dan diperhatikan.
Sudah selayaknya pemkot membenahi masalah ini. PKL bukan untuk diperangi, tapi berilah mereka fasilitas selayaknya rakyat memberi fasilitas kepada para wakilnya di parlemen. Perlakukanlah PKL sebagai manusia, jangan sampai menggunakan Satpol PP sebagai alat untuk mengobrak-abrik dagangan PKL dengan tidak manusiawi. Mereka hidup dari berjualan, dan mereka butuh fasilitas untuk itu semua. Semoga, para pejabat, para wakil rakyat, dan para pemangku kekuasaan di kota ini dapat lebih arif dan bijak.
Terimakasih kepada redaksi Pikiran Rakyat atas dimuatnya surat ini
0 komentar