Bandung, kota yang selain terkenal dengan fashion, musik, dan segala hal yang berbau urban, juga cukup kental dengan seni-nya. Adalah Teater Lakon Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang masih sangat menjunjung tingginya sebuah nilai seni. Teater Lakon UPI yang sudah melanglang buana di perlombaan tingkat nasional ini mewarnai dunia kampus dengan “krayon” yang bernama teater.
Terbentuk dari sebuah perkumpulan orang-orang yang menyukai seni, kemudian menginginkan eksintensi akan karyanya, maka terbentuklah kelompok dengan nama Teater Khusus. Seiring berjalannya waktu, teater ini berganti nama dari generasi ke generasi. Setelah teater khusus, klub ini berganti menjadi Teater labirin, Teater Swasta, Teater Nutug, Unit Teater Mahasiswa IKIP Bandung (UTMIB), TMIB, sampai menjadi lakon teater dan berubah menjadi Teater Lakon seiring berubahnya nama IKIP menjadi UPI.
Yang unik dari profil teater lakon ini adalah bukan unit kegiatan mahasiswa yang tidak memiliki “orang tua”. Namun, unit yang satu ini justru tidak memiliki tanggal lahir. “Teater kami ini adalah satu-satunya teater yang tidak mempunyai tanggal lahir, kami terbentuk atas adanya kesepakatan diantara para pelopor teater lakon,” kata Chandra yang sudah eksis di Teater Lakon sejak 2005.
Kesuksesan sebuah oraganisasi tantu tidak lepas dari sosok ketua. Adalah Wildan Kurnia sosok pemimpin yang mampu menggawangi teater lakon di ranah seni Bandung bahkan Indonesia. Lihat saja prestasi-prestasi yang telah diraih UKM ini selama tahun 2010. Diantaranya, juara 3 Festival Drama Bahasa Sunda dan Juara pertama di Kompetisi Teater Indonesia, yang digelar di Kota Surabaya. “Selain itu, kami juga menjuarai Teater Mahasiswa Nasional 2009 di Jakarta, dan bulan April ini akan mengikuti Festival Mahasiswa Nasional di Palembang,” seru Wildan, yang pernah mengikuti training di Saung Angklung Udjo ini.
Selain melahirkan prestasi-prestasi yang gemilang, teater lakon juga menjadi ibu kandung lahirnya banyak tokoh teater sekelas Godi Suwarna, Wawan Sopwan, Ai Kurnia, dan Nandang Aradea yang kini terkenal di lingkungan seni Indonesia.
Teater lakon bukanlah satu-satunya UKM yang mengusung tema drama. Namun, unit kegiatan mahasiswa yang satu ini punya satu kelebihan yang unik dalam sistemnya. Dalam setiap tahap pelantikannya, mereka membuat sebuah teater dimana pembagian peran, penataan dan penyutradaraannya, mereka susun rapi. “Untuk yang menjadi peran diberikan kepada angkatan pertama, untuk penataan angkatan kedua yang memegang bagian itu. Sementara angkatan tiga yang menguasai penyutradaraan. Inilah keistimewaan kami dibanding UKM lain dalam hal sistem,” tutur Wildan.
Dalam setiap penampilannya, teater lakon tidak hanya memberikan penampilan kepada penonton saja. Dalam setiap shownya, misalnya ketika pertunjukan teater berjudul “Mesin: The Lost Identity”, teater lakon selalu memberikan ruang kepada penonton untuk tidak hanya menjadi penikmat pertunjukan yang pasif, namun juga ikut serta dalam pertunjukan dramanya. “Ini adalah salah satu gaya kami, memberikan ruang kepada penonton untuk terjun juga dalam cerita. Ketika kami memberikan pertunjukan, yang kami tonjolkan adalah realitas. Penontonlah yang memberi persepsi pada penampilan tersebut. Kalau orang-orang Cuma nonton sih, apa bedanya dengan sinetron, hahaha,”
Teater-teater di Bandung mungkin kini masih kalah dengan konser musik yang sering diadakan di Bandung. Namun, kedepan, eksistensi seni terutama teater, harus mampu di-blow up oleh masyarakat khususnya mahasiswa. Wildan berharap, teater lakon bisa menjadi wadah untuk menaungi kreatifitas mahasiswa juga alumni yang ingin eksis di dunia seni, khususnya teater. Berbeda dengan wildan, Chandra yang akrab dipanggil Ocan, memiliki harapan agar teater lakon ini bisa Go internasional.
Di akhir wawancara, Ocan mengatakan jika perkembangan teater harus sesuai dengan moto teater lakon, “Berubah untuk berkembang, berkembang untuk berbuah.”