Pegawai Negeri Susah?
14:44Ini adalah tugas reportase saya untuk mewawancarai orang. Namun, akhirnya tugas ini dicaci maki oleh sang dosen, pak Abie Besman :'(, tapi no problem laa :D
T /Reportase /B /2010
Frasetya Vady Aditya
210110090216
M. Ujang Saefudin: Pegawai Negeri Susah
Entah menjadi takdir yang telah digariskan atau nasib yang turun temurun, profesi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dibenci tapi dihargai. Buktinya, setiap tahun pendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tidak pernah habis. Setiap tahun pula, para PNS ini menggerutu karena gajinya yang setara dengan pegawai pabrik Eager.
Gaji memang menjadi persoalan yang tidak bisa dipandang sebelah mata oleh setiap manusia. Gaji bisa berupa uang atau barang yang barangkali bisa membuat manusia buta dalam mendapatkannya. Tanpa gaji, manusia seperti tidak memiliki harapan untuk dapan bertahan hidup di kerasnya dunia ini.
Gaji biasanya bergantung pada kinerja, masa pengabdian, ataupun tingkat keahlian seseorang. Apabila kinerjanya biasa-biasa saja, gaji seseorang masih memungkinkan naik apabila ia telah lama bekerja bagi instansi tersebut. Begitupun sebaliknya, terjadi subsidi silang diantara ketiganya.
Hal inilah yang menjadi fokus utama pembicaraan saya dengan Ujang yang masih tercatat sebagai PNS di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. Ia menjabat sebagai pengatur muda di bagian sosial dengan pangkat II/d. Ia diangkat pada tahun melalui tes CPNS setelah sebelumnya bekerja di Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Gaji yang tertera dalam daftarnya mencapai Rp. 2.100.000. Jumlah yang sebenarnya sudah cukup besar untuk menghidupi sebuah keluarga. Namun, jumlah tersebut mengerucut ketika angka-angka berwarna merah berseliweran di bawah “Gaji Kotornya”. Karena satu dan lain hal, gaji yan g diterimanya setiap bulan memang tidak rasional. Entah karena sistem yang seperti itu, atau tidak ada perhatian dari kepala daerah setempat yang kinerjanya mengecewakan.
Karena kewajiban moril sebagai tulang punggung keluarga, Ujang memutar otak bagaimana caranya agar asap dapur tetap mengepul. Bukan asap hasil kebakaran karena keluarganya frustasi, tapi asap lezat dari pembakaran makanan-makanan bergizi yang kan tersaji. Lalu, ia bergabung bersama koperasi yang ada di lingkungan Kabupaten Bandung. Meskipun beberapa tahun lalu sempat keluar, dengan segala hormat ia ditarik kembali menjadi pengurus disana.
Ujang yang meupakan bekas atlit olahraga Biliar Jawa Barat, dengan segala eksistensinya ki-ni menjabat pula sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Olahraga Biliar Seluruh Indo-nesia (PB POBSI) Kabupaten Bandung dan Ketua II PB POBSI Jawa Barat. Menurutnya, dari sini lah uang-uang untuk menghidupi keluarga mengalir. Prestasi atlit yang dikomandoinya menjadi ke-ran uang utama yang akan mengucur deras.
Memang benar ungkapan orang-orang mengenai PNS yang gemar korupsi. Ujang hanya me-nanggapinya dengan santai. “Mereka itu gajinya kecil, sementara uang yang dikuasainya besar,” kata ujang “sehingga wajar saja apabila tergoda.” Ia pun berpesan kepada siapapun yang berlabel sebagai pegawai negeri ataupun pekerja lainnya untuk bekerja dengan menggunakan hati dan nurani. Meski sedikit mirip dengan salah satu partai koalisi di DPR.
Tekanan dalam menjadi PNS sebenarnya tidak begitu besar. Untuk naik jabatan asal memiliki koneksi yang luas serta tingkat pendidikan yang tinggi, hal tersebut mungkin untuk dilakukan. Sayangnya, Ujang masih belum menyelesaikan skripsi S1nya sehingga untuk naik jabatan begitu sulit dan lama.
Kerja sebagai PNS terlihat begitu santai. Hal tersebut memang tercermin dari beberapa orang yang saya kenal. Berangkat pagi pulang siang. Tidak ada yang menyalahkan, karena memang itu jadwalnya. Keruwetan akan terjadi apabila terjadi inspeksi dari Kepala Daerah ataupun dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), meskipun kejadian ini sangatlah jarang terjadi.
Menjadi PNS berarti menaikan status sosial seseorang. Menurut Ujang, jaman dahulu, seorang calon mertua akan lebih segan apabila menantunya berprofesi sebagai PNS, ABRI, Dokter, ataupun Polisi. Namun, hingga kini hanya Dokter dan ABRI yang masih dibanggakan, sedangkan PNS dan Polisi, kita semua sudah tahu alasannya.
PNS di Amerika disebut sebagai Public Servant atau pelayan masyarakat sehingga ada be-ban moril di setiap Public Servant tersebut. Di Indonesia tingkatannya hampir disamakan dengan Pekerja Seks komersial. Sama-sama pekerja hanya diiming-imingi kata “Sipil.” Menurut seorang guru bahasa di SMA, hal ini akan memengaruhi kinerja dari PNS itu sendiri. Ketika dirinya ber-status pelayan, maka dalam dirinya akan tertanam prinsip bahwa ia harus mengabdi kepada rakyat.
Ujang dalam pengalamannya pernah mendapatkan tekanan dari kepala bagian masih di lingkungan tempatnya bekerja ketika ia menggunakan mobil sebagai kendaraan untuk pulang pergi. Hal ini jelas menimbulkan rasa curiga dari atasannya itu. Sehingga sempat memaksanya untuk diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Ya, curiga namun lebih ke iri dan dengki karena mobil sang atasan lebih butut dari yang digunakan bawahan.
Menurut rasionalitas yang saya miliki, amat sukar dipercaya apabila Ujang masih mampu meghidupi keluarganya dengan layak. Dalam artian, memberi makan, kasih sayang dan pendidikan. Dengan “Gaji Bersih” dalam struk gaji yang dibawah Rp. 400 ribu dan tidak setiap saat event olahraga di adakan, sangatlah sulit menerka dari mana uang yang digunakan setiap anggota keluarga. Rejeki mah tos aya nu ngatur, setidaknya itulah ungkapan orang sunda yang sering saya dengar. Pinsip inilah yang kini dikerjakan Ujang agar setidaknya ia dan keluarganya masih sempat bernafas untuk menikmati kehidupan ini.
Ujang memberi pesan kepada anak-anaknya agar giat belajar, karena suatu saat, anak-anaknya akan menjadi seseorang yang “lebih” dari pada dirinya. Ia pun berharap kelak, anak-anaknya menjadi seseorang yang menjadi “tuan” bukan menjadi “bawahan” sehingga bisa belajar bagaimana menghadapi kerasnya kehidupan.
0 komentar