Beri Lahan untuk PKL

17:44

Asik, surat pembaca saya dimuat lagi di harian Pikiran Rakyat. Meski menurut saya cukup sensitif, tapi, PR berani loh untuk memuatnya. Okelah, beragam tanggapan saya dapat dari beberapa orang yang anonim lewat SMS, ada yang mendukung, ada pula yang mengejek. Ya sudahlah. Berikut kutipannya.


Rabu (20/7) pagi, saya menelusur jalan Dewi Sartika, hingga Asia Afrika. Hasilnya, ajaib, tidak ada satupun Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menggelar dagangannya di sana. Namun, sebuah truk bermuatan satpol PP menyadarkan saya, kalau ternyata hari itu sedang ada razia PKL.
Cukup tertegun saya melihat keadaan ini, membayangkan, akan makan apa nanti keluarga para PKL itu, kalau mereka tidak berjualan. Sebuah pemandangan yang kontras dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, dimana PKL memenuhi setiap sudut jalan. Praktis, petugas satpol PP pun terlihat begitu santai, karena memang tidak ada yang berjualan di jalanan.
Ironis. Kata itu cukup disandingkan untuk aparat satpol PP ini. Setiap kali razia, sepengetahuan saya, PKL sepertinya sudah dikondisikan untuk tidak berjualan, hanya beberapa PKL yang naas saja yang bisa dijaring petugas. Ada apa sebenarnya? Mengapa para PKL bisa menghilang ketika satpol PP mengadakan razia?.
Beberapa tahun yang lalu, ayah saya pernah menyewa 'jongko' di jalan Kepatihan. Setiap bulannya, ia harus membayar uang sejumlah lima juta Rupiah. Uang 'keamanan' katanya, yang akan menjamin kalau 'jongko'nya tidak akan digusur satpol PP, karena akan ada pemberitahuan sebelumnya.
Cukup menggelikan bukan?. Ketika Pemerintah Kota Bandung begitu sigap ingin menerapkan perda K7, namun kenyataan di lapangan berkata lain. Pemkot Bandung juga terkesan tidak konsisten terhadap PKL. Bagaimana tidak, beberapa hari lalu, menurut sebuah media online, pemkot akan 'membiarkan' PKL di bulan Ramadan. Artinya, yang saya tangkap, pada bulan Ramadan tidak akan ada razia untuk PKL.
Saran saya untuk pemkot sebenarnya sederhana, daripada menjadi lembaga yang inkonsisten, lebih baik pemkot menata para PKL di tempat mereka mangkal, bukan malah diusir dan dipindahkan ke tempat yang lebih jauh. Kalau yang menjadi masalah adalah keindahan, silakan studi banding ke Thailand, pemerintah di sana dengan apik menata para PKL sehingga bisa menjadi komoditas pariwisata.
Jangan jadikan PKL sebagai musuh, karena mereka masih mau bekerja secara halal. Jadikanlah korupsi, kolusi dan nepotisme sebagai musuh bersama, karena itu yang membuat kota ini semakin tidak bermartabat. Semoga, kedepannya, tidak ditemukan lagi kemacetan gara-gara PKL, atau kejadian kucing-kucingan antara PKL dengan aparat satpol PP.
Terimakasih kepada redaksi Pikiran Rakyat yang telah memuat surat ini.


You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts