Karena Futsal Menyatukan Kita

21:37

Sepuluh orang itu terfokus pada bola di atas lapangan rumput sintetis. Puluhan pasang mata menatap tajam ke arah mereka. Tiba-tiba, bola tadi melayang dan menembus jala gawang. Sontak, puluhan pasang mata itu, berteriak, “gooool….”.
Pemandangan itu terjadi ketika puluhan manusia tanggung berlaga di Lapangan futsal Erlangga, Cinunuk, Jum’at (7/1) malam. Pertandingan itu diakhiri dengan senyuman mengembang dari kesemuanya. Saya yang tergabung dengan tim futsal dari Jurusan Jurnalistik 2009 merasakan yang sama. Happy pisan lah.
Awalnya, pertandingan akan dilangsungkan di Dimagh Futsal, jalan percobaan Cileunyi. Akan tetapi, karena adanya miskomunikasi, maka pertandingan diundur dan dipindahkan. Hal ini begitu menohok, karena, secara kami anak-anak komunikasi, tapi untuk masalah seperti ini saja sudah kelimpungan.
Pertandingan berlangsung selama tiga jam. Formatnya, setiap jurusan bertanding selama 15 menit dan saling bertemu setelahnya. Oya, pertandingan ini diikuti oleh tiga jurusan S1 di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad), yakni, Jurnalistik, Hubungan Masyarakat (Humas), dan Manajemen Komunikasi (Mankom), angkatan tahun 2009, meskipun banyak diantara kami yang berwajah angkatan 2002.
Jurnalistik menjadi tim termudah yang dibobol massa. Betul saja, belasan gol telah dijaringkan para pemain Humas dan Mankom ke gawang yang dikawal Alika Nugraha dengan julukan emasnya, Wawansimatshu, hal ini dikarenakan kiper utama, Wakabayasi sedang cedera. Hal serupa juga dirasakan oleh pemain yang mengenakan kostum nomor 21 Manchester United, “Rafael”, Bismo, atau yang lebih senang dipanggil “bencong”, ini merelakan gawangnya dikoyak beberapa kali. Mungkin, karena sang follow up pribadinya sedang tertidur malam itu di kursi tempat penonton, permainan Bismo menjadi sedikit melempem, meski tidak bisa dikatakan buruk.
Dua tim lainnya, terlihat begitu padu. Apalagi, ketika tim “inti” mereka bertanding, seolah tanpa celah. Oleh karena itu, tidak salah apabila jurusan Jurnalistik menjadi yang terlemah dalam ajang yang katanya akan dilangsungkan secara rutin ini.
Duet penyerang jangkung bak Peter Crouh, Satria Perdana, yang katanya masih akan selalu berharap, dan Bajey, yang malam itu terlihat mirip pak Gayus (Karena bajey mirip pak Dandi, pak Dandi mirip Sogi, Sogi mirip Gayus), terlihat kesulitan menembus jala gawang lawan, meski akhirnya Bajey mencetak gol berkelas pertandingan antar planet. Massa yang ada dipinggir lapangan memberi applaus sambil meneriakan yel, yel “Bahdim, bahdim, bajey dimce, bajey dimce”.
Namun, perjuangan tidak sampai disitu. Ketika pertandingan memasuki masa-masa akhir, sang penjaga gawang berkata, “Boga lakon mah eleh tiheula,” (Jagoan itu kalah duluan) lalu penyerang yang mencetak dua gol, Bintang, yang sangat percaya bahwa hidungnya adalah anugrah menimpali, “paeh saenggeusna” (Udah itu mati).
Siapa sangka, entah do’a dari pak Wawan (Ayahnya Alika), atau karena poninya yang ‘gak nahan, hal tersebut menjadi kenyataan. Dua game terakhir, Jurnalistik tidak pernah terkalahkan. Hebat?, itu belum seberapa. Karena, kebanyakan dari kami, termasuk saya agak kampungan, pertandingan dirumput sintetis sering membangkitkan rasa kampungan itu menjadi-jadi. Seorang teman malah berkata, “Kayaknya enak kalau tidur disini, pengen nyoba ah,” ujarnya sambil berlari di pinggir lapang.
Akhirnya, tepat pukul 12 malam, seluruh pertandingan usai. Kami pun saling berjabat, berkenalan, minta nomer hape, akhirnya jadian… ahhhh. Diakhir pertandingan, salah seorang perempuan yang menjadi suporter Jurnal bersama sang penjaga gawang (Alika, saya baru tahu kalau dia homo :D), ngeceng salah seorang diantara pemain yang menggunakan baju hijau yang badannya berisi. Wow, saya rasa dia orang yang menggunakan baju Arab Saudi, mantan Ilkom D, dan kini di Humas B. Selamat ya Alika aing boga nomerna da :P.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts