APRESIASI TIGA BUKU TENTANG WAWANCARA DI MEDIA MASSA CETAK

22:56

T4/ Wawancara/ B/ 2010 Frasetya Vady Aditya
210110090216



I . Rangkuman
1.1. Luwi Ishwara, “Catatan Jurnalisme Dasar” (Halaman 81-90)
Menurut Mike Fancher dari Seattle Times, wawancara yang baik adalah wartawan harus memungkinkan sumber untuk mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkan daripada harus memikirkan apa yang harus dikatakan.
Wawancara bukanlah sesuatu yang dipelajari dan kemudian diterapkan begitu saja. Wawancara adalah suatu proses tertentu yang mengharuskan penafsiran dan penyesuaian terus-menerus. Karena itu cara terbaik untuk belajar wawancara adalah dengan berwawancara sendiri.
Oriana Fallaci mengatakan bahwa kesuksesannya dalam mewawancarai para pemimpin dunia mungkin karena ia berhasil mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah diajukan oleh wartawan-wartawan lain.
Pengertian orisinal dari wawancara adalah pertemuan tatap muka. Wawancara melibatkan interaksi verbal antara dua orang atau lebih, tetapi biasanya diprakarsai untuk suatu maksud khusus dan biasanya difokuskan pada suatu masalah khusus.
Dengan tatap muka, maka semua indera pewawancara dapat menyerap informasi, kata-kata, sekaligus penggambaran seseorang. Wawancara melalui telepon bagaikan memakai topeng pada suatu pesta. Orang yang diwawancara secara fisik tersembunyi. Suatu wawancara telepon kurang dapat menyajikan seseorang secara utuh walaupun kita dapat mendengar irama, suara, ataupun keragu-raguannya.


Ada beberapa prinsip wawancara, yaitu:
1. Dari definisinya, wawancara adalah sebuah konversasi atau perbincangan. Konversasi ini biasanya berupa pertukaran informasi yang bisa menghasilkan suatu tingkat intelegensia yang tidak dapat dicapai apabila dilakukannya sendiri.
2. Dalam sebuah wawancara, tidak berarti bahwa wartawan harus banyak bicara. Wartawan mengajukan pertanyaan yang ditujukan pada kebutuhan dan kepentingan audiences yang tak tampak.
3. Melalui sebuah wawancara, dianjurkan agar wartawan menjadi ahli setelah suatu topik dengan mendalam.

Selain prinsip-prinsip dasar tersebut, ada beberapa prinsip praktis yang layak untuk dipergunakan.
1. Terbuka dan beri perhatian
Reportase, kata A.J. Liebling, umunya adalah menaruh perhatian pada setiap orang yang anda jumpai. Anda tidak harus menyukai setiap orang yang anda wawancarai.
2. Anda akan menuai hasil dari apa yang anda tanam.
Pertanyaan yang bodoh sama dengan jawaban yang bodoh pula. Tipu dan kebohongan menghasilkan tipu dan kebohongan. Ketulusan membuahkan ketulusan
3. Orang akan bicara lebih bebas jika mereka senang.
Wawancara dibuat menyenangkan dengan membuat terwawancara senang
4. Dalam konversasi anda harus menambang berton-ton bijih untuk mendapatkan satu gram emas.
Kebanyakan hanya omong. Mereka menjawab pertanyaan anda sebisanya. Mereka tidak merasa perlu untuk bicara menurut bentuk cerita yang ingin anda tulis
5. Wawancara dianggap berhasil bila yang diwawancara merasa bebas untuk mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkan dan dirasakan.

Sepuluh Tahap Wawancara
Prinsip dasar dan prinsip praktis sebuah wawancara memang ditujukan untuk mempersiapkan sebuah wawancara yang sesungguhnya. Prinsip tersebut tidak berhenti ketika wawancara selesai. Prinsip dapat juga diukur untuk keberhasilan wawancara.

1. Jelaskan maksud wawancara.
2. Lakukan riset latar belakang.
3. Ajukan, biasanya melalui telepon, janji untuk wawancara.
4. Rencanakan strategi wawancara.
5. Temui responden anda.
6. Ajukan pertanyaan serius anda yang pertama.
7. Lanjutkan menuju inti dari wawancara.
8. Akukan pertanyaan-pertanyaan keras bila perlu.
9. Pulihkan, bila perlu, dampak dari pertanyaan-pertanyaan keras itu.
10. Akhiri dan simpulkan wawancara anda.

Wawancara membutuhkan keberanian tersendiri untuk bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal. Resikonya, anda disepelekan orang atau dkritik tentang gaya anda. Tetapi tidak mengajukan pertanyaan adalah hal yang lebih buruk.

1.2. “Menulis Berita di Surat Kabar” (Halaman 54-62)
Wawancara merupakan aktivitas dimana wartawan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada sumber berita. Secara prinsip perlu dibedakan antara:

1. Berita Interview
Berita-berita yang diperoleh wartawan khusus dari data interview.
2. Berita Atas Dasar Interview
Melengkapi atau memperoleh keterangan dari pihak-pihak yang erat kaitannya dengan kejadian atau peristiwa untuk mencari berita.
Jika ditinjau atas dasar tujuannya, maka interview terbagi menjadi dua yaitu:
1. Interview Berita
Interview yang dilakukan oleh wartawam atas adanya berita yang dianggap penting atau adanya peristiwa yang berkembang
2. Interview Pribadi
Kegiatan wartawan untuk mendapatkan keterangan-keterangan, pendapat atau hal lain mengenai pribadi atau diri yang diinterview (interviewee).

Bentuk atau macam-macam interview, antara lain:
1. Interview Ekslusif
Wawancara yang tidak dimiliki oleh pihak-pihak lain diluar yang melaksanakan kegiatan interview tersebut. Interviewee hanya menghadapi satu media sebagai pewawancara.



2. Interview Sambil Lalu
Mengadakan wawancara dengan sumber berita sambil lalu saja. Dengan wawancara sambil lalu itu, wartawan bisa mendapatkan berita penting yang mungkin tidak diduga sebelumnya.
3. Interview Terpisah
Wawancara dengan sumber berita yang dilakukan secara terpisah. Jumlah orang yang diwawancara tidak banyak, namun berkaitan dengan berita yang ditulis wartawan.
4. Interview Simposium
Interview yang melibatkan sumber berita yang banyak atau massal.
5. Konperensi Pers
Pihak yang menyelenggarakan konperensi pers memberikan keterangan-keterangan, lalu wartawan menyerap informasi tersebut. Hal ini dilakukan karena ada pihak yang mempunyai kepentingan/keperluan untuk menyampaikan sesuatu kepada masyarakat.



Interview Tertulis
Karena sifatnya tertulis, maka susunan pertanyaannya harus jelas dan sistematis dan tegas. Jangan sampai ada pertanyaan yang meragukan sehingga mengganggu alur pikiran sumber berita. Untuk it, pertanyaan juga harus mudah dipahami.
Interview tidak langsung atau tertulis, sering dilaksanakan karena hal waktu. Hal ini ditempuh maknakala tidak mungkin diadakannya pertemuan langsung.

Beberapa hal yang perlu disiapkan dalam pelaksanaan wawancara, Antara lain:
1. Wartawan diupayakan kenal dengan sumber berita.
2. Menentukan waktu wawancara.
3. Memberikan gambaran hal yang akan diwawancara.
4. Apabila menggunakan Assigment Sheet, maka harus dipelajari agar tidak ada pertanyaan yang tertinggal.
5. Jika interview ditujukan pada beat, maka perlu dicarikan hal-hal yang aktual.
6. Jika ada hal yang diluar pengertian/kemampuan wartawan, maka bisa ditanyakan kepada redaktur yang memberi tugas.
7. Susunlah kerangka pertanyaan dengan runut.

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh wartawan, selama interview berlangsung.
1. Wartawan harus menjaga sopan santun
2. Memberikan pengantar, jangan to the point.
3. Menyampaikan pertanyaan satu demi satu dengan runut.
4. Sikap dalam bertanya, jangan terkesan memojokan interviewee seperti terdakwa.
5. Bertanyalah kepada masalah yang sebenarnya.
6. Siap mengembangkan masalah dan menajaga suasana yang harmonis.
7. Pandai-pandai dalam menilai interviewee.
8. Wartawan menampakan sikap yang simpatik.
9. Tape recorder dan catatan akan membuat sumber berita kaku, maka harus dapat diantisipasi
10. Hormatilah off the record.
Hal-hal yang dilakukan wartawan, setelah mengadakan interview, antara lain:
1. Jika hasil wawancara dengan sumber berita dinilai sudah cukup, tulislah menjadi hal yang bagus.
2. Jika masih ada sesuat uyang, dalam hasil wawancara yang belum jelas/ragu-ragu, maka bisa ditanyakan kembali kepada sumber berita.
3. Jangan menulis sesuatu yang off the record.


1.3. Hikmat Kusumaningrat, “Jurnalistik: Teori dan Praktik” (Halaman 189-206)
Wawancara adalah salah satu cara untuk mencari fakta dengan meminjam indera (mengingat dan merekonstruksi). Sebuah peristiwa mengutip pendapat dan opini narasumber.
Wawancara merupakan salah satu dari empat teknik dalam mengumpulkan informasi. Tiga lainnya adalah: observasi langsung dan tidak langsung; pencarian melalui catatan publik dan partisipasi dalam peristiwa.
Wawancara merupakan kemampuan dan keteampilan yang mutlak harus dimiliki oleh setiap wartawan. Hampir tidak ada satupun jenis pekerjaan wartawan yang dilakukan tanpa mewawancarai seseorang untuk dimintai jasa atau bantuannya melengkapi informasi guna dipakai sebagai bahan tulisannya.
Menurut cara dilakukannya, terdapat tiga macam wawancara. Pertama, wawancara secara tatap muka. Kedua, wawancara melalui telepon. Ketiga, adalah wawancara kelompok.
Wawancara menurut tujuannya, menurut cara melakukannya, menurut pembagian, kategori tujuannya ada dua macam wawancara, yaitu pertama wawancara untuk membuat berita kutipan yang disebut juga talking-news. Kedua untuk membuat berita yang didasakan pada wawancara.
Berita kutipan adalah yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diucapkan seseorang (atau beberapa) narasumber yang bidang keahliannya, pengetahuannya, atau keadaan pribadinya memberikan makna dan pernyataan-pernyataan itu.
Tiga Macam Proses Wawancara
Jurnalisme modern mengenal tiga bentuk berita yang dihasilkan dari tiga macam wawancara seperti berikut ini: (1) Wawancara berita (news interview), sebuah bentuk wawancara untuk memberitakan keterangan ahli tentang suatu masalah yang sedang hangat. (2) Wawancara profil pribadi (Personality Interview) yang tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada sosok yang diwawancarai untuk mengungkapkan kepribadian melalui kata-katanya sendiri. (3) Wawancara kelompok (symposium interview), di mana pandangan atau sikap sejumlah responden, yang kadang-kadang besar jumlahnya, diangkat menjadi berita.

Wawancara yang termasuk dalam kategori wawancara berita memiliki tiga ciri utama:
1. Berasal dari topik yang sedang hangat dibicarakan
2. Sumber beritanya memenuhi syarat untuk menjelaskan atau memberikan penerangan bahwa fakta-fakta saja belum mengungkapkan kejelasan.
3. Hasil wawancara menambah pengetahuan atau pemahaman khalayak secara berarti tentang suatu masalah.

Wawancara Profil Pribadi
Wawancara profil pribadi berada di tengah-tengah antara wawancara berita, di mana keterangan ahli diperlukan, dan wawancara kelompok, di mana pandangan dan sikap sejumlah responden dibutuhkan.
Wawancara profil pribadi berusaha mencari tahu hal-hal seputar diri narasumber sendiri, terutama hal-hal yang membuat dia bisa menjadi orang terkenal dan bagaimana kisahnya sampai ia mencapai kedudukan sebagai orang terkemuka.
Tulisan berita atau feature dari hasil wawancara seperti ini berbeda dengan biografi. Biografi ditulis dengan menjaga jarak dengan narasumber. Wawancara pribadi dapat pula untuk mem-profil-kan sosok yang menari atau khas.
Wawancara Kelompok
Wawancara yang narasumbernya banyak dengan topik hangat yang sedang dibicarakan. Narasumber tidaklah harus orang penting atau yang kompeten dibidangnya, tetapi orang-orang yang memiliki pandangan-pandangan yang sifatnya khas.
Wawancara yang Efektif
Beberapa saran dari wartawan senior agar wawancara efektif dan produk yang dihasilkan dari wawancara itu lebih baik:
 Usahakan agar wawancara berlangsung lebih lama dari yang direncanakan.
 Jangan biarkan narasumber menunggu.
 Menyusun pertanyaan terlebih dahulu.
 Ciptakan suasana yang akrab.
 Selalu membawa alat cadangan yang berhubungan dengan wawancara.
 Mulailah dengan pertanyaan ringan.

Beberapa bentuk pertanyaan yang sebaiknya dikenali:
1. Bentuk Pertanyaan Terbuka. Bentuk ini biasanya diajukan untuk mencaikan kebekuan dalam suatu wawancara dan tidak bermaksud mengorek keterangan yang berkaitan dengan topik wawancara.
2. Bentuk Pertanyaan Langsung. Pertanyaan dapat menjadi spesifik. Pertanyaan ini bersifat menemukan sifat atau keadaan suatu topik.
3. Bentuk Pertanyaan Tertutup. Pertanyaan interogasi
4. Bentuk Pertanyaan Menyelidik. Mengikuti pertanyaan langsung dan tertutup.
5. Bentuk Pertanyaan Bi-Polar. Pertanyaan ini digunakan untuk mendapatkan jawaban “ya” dan “tidak”.
6. bentuk Pertanyaan cermin. Penegasan terhadap jawaban atas pertanyaan-pertanyaan terdahulu.
7. Bentuk Pertanyaan Hipotesis atau Sugestif. Biasanya di akhir wawancara wartawan bertanya pada narasumber untuk berspekulasi tentang suatu topik atau pokok permasalahan yang sedang hangat.

Hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam suatu wawancara:
 Tulislah hal-hal yang penting saja.
 Biarkan narasumber menyelesaikan jawaban atas pertanyaan.
 Kembalikan pembicaraan ke pokok masalah.
 Hindari seakan-akan wartawan yang lebih mengetahui.
 Lakukan pertanyaan silang.
 Pada akhir wawancara, tanyakan pada narasumber apa ia masih mau menambahkan lagi.
 Mintalah kesediaan narasumber menerima telepon atau kunjungan kalau seandainya ada hal-hal yang terlupa.

Untuk menulis feature dengan terwawancara yang sama, ada yang harus ditambahkan:
 Catatlah penampilan dan sifat-sifat khusus atau sikap laku yang membedakan ia dengan orang lain.
 Minta kontak teman dari narasumber.
 Minta kepada narasumber untuk ikut memberikan pendapat tentang dirinya sendiri.
 Bertanyalah sedalam mugkin tentang kehidupan keluarga narasumber.

Apabila ada narasumber yang menolak diwawancarai, katakanlah bahwa apa yang dia lakukan adalah kesalahan karena hal itu akan diberitakan juga. Tidak jarang ada yang menolak diwawancara karena takut ucapannya ditangkap atau dikutip secara keliru oleh media massa. Menghadapi narasumber seperti ini, seorang wartawan harus mengesankan sebuah kepercayaan di mata narasumber.



II. Pembahasan
Ketiga buku yang telah dibaca secara umum telah memperlihatkan bahwa apa yang diterbitkan ternyata tidak sia-sia. Ketiganya, menuliskan tentang cara teori maupun praktik yang harus diketahui oleh wartawan, khusunya wartawan pemula.
Ketiga buku ini ditujukan khusus untuk wartawan pemula. Ditambah dengan beragam ilustrasi yang sudah cukup baik disajikan dengan bahasa yang tidak berbelit-belit dan mudah diresapi saat dibaca.
Buku pertama dari Luwi Ishwara banyak mengambil sumber dari buku-buku asing. Mungkin karena langkanya buku-buku jurnalistik yang bermutu di Indonesia. Contohnya pun diambil dari buku karya Carole Rich. Cara menyajikannya sudah disesuaikan dengan bahasa Indonesia dengan tutur yang dapat dipahami.
Buku yang membahas wawancara ini hanya disajikan sebanyak sembilan halaman. Menurut saya, wawancara adalah suatu hal yang penting dalam kegiatan reportase. Membahas hanya sembilan halaman bukanlah hal yang bijak untuk sebuah buku Jurnalistik lengkap. Ada beberapa hal yang saya merasa masih kurang disini, seperti jenis-jenis wawancara dan tujuan wawancara.
Buku ini membahas lengkap tentang fondasi awal sebuah wawancara yaitu prinsip. Prinsip dikemukakan menjadi dua yakni prinsip dasar dan prinsip praktis. Namun yang mengganjal adalah, prinsip disini adalah prinsip yang bisa dipilih untuk digunakan oleh wartawan.
Bahasa yang digunakan memang sudah ditulis dengan baik. Beberapa terjemahan disunting terlebih dahulu sehingga memudahkan pembaca dalam memahami isinya. Dibeberapa bagian dari buku ini tertulis ragam bahasa peribahasa yang membuat pembaca akan merasa kebingungan karena penjelasannya pun tidak membantu malah lebih mirip kata-kata mutiara. Pembahasan wawancara di buku ini memang terlalu singkat.
Buku kedua berjudul “Menulis Berita di Surat Kabar”. Buku ini membahas teknik-teknik wawancara sepanjang delapan halaman. Lebih pendek satu halaman dari buku pertama, namun menggunakan spasi dan kerapatan huruf yang lebih rapat dari pada buku pertama. Huruf yang digunakan mencerminkan buku ini adalah buku teori yang lebih mengedepankan isi dibandingkan dengan tampilan.
Isi dari buku kedua agak berbeda apabila dibandingkan dengan buku pertama. Prinsip yang tertulis pada buku pertama adalah prinsip dasar dan prinsip praktis. Isi dari prinsip dasar adalah pengertian dari wawancara dan apa yang mendasarinya, sedangkan prinsip praktis adalah prinsip yang dapat diikuti oleh wartawan. Di buku kedua, prinsip adalah penerapan wawancara dalam sebuah berita. Jelas pembandingan ini akan membingungkan pembaca.
Di buku kedua lebih lengkap dari pada buku pertama karena menyajikan apa itu wawancara secara mendasar seperti dari tujuan wawancara, bentuk wawancara hingga persiapan wawancara yang ditulis secara jelas oleh penulisnya.
Kelemahan dari buku kedua adalah penggunaan istilah. Di buku pertama, kegiatan wawancara ditulis ‘wawancara’, sedangkan di buku kedua ditulis ‘interview’. Mungkin, sebagian pembaca mengira interview di sini adalah wawancara lamaran kerja atau seleksi menjadi seorang artis. Padahal, interview disini dengan jelas disebutkan adalah kegiatan jurnalistik berupa wawancara.
Buku ketiga berjudul “Jurnalistik: Teori dan Praktik”. Buku ini membahas wawancara sepanjang 17 halaman. Mulai dari pengertian hingga cara agar narasumber mau diwawancara dibeberkan secara gamblang disini. Contoh yang digunakan juga telah melalui proses penyuntingan sehingga tidak memusingkan pembaca.
Semua dibahas dengan bahasa yang mudah dimengerti meskipun kerapatan hurufnya lebih rapat dari buku kedua, tidak menjadikan kelemahan untuk buku ini. Pembahasan secara lengkap menjadikan buku ini menjadi buku dengan bahasan terlengkap diantara dua buku yang telah dibahas.
Kelemahannya adalah ada beberapa bagian yang tidak dituliskan pengertiannya. Contohnya, teknik-teknik wawancara yang tidak dijelaskan, padahal akan lebih bermanfaat apabila disajikan dalam buku ini.
Hal-hal pokok disajikan dalam bentuk poin-poin yang membuat pembaca tidak akan kesulitan dalam melihat poin-poin penting itu. Ini adalah kelebihan dari buku ketiga yang sebenarnya bisa dikembangkan di kedua buku sebelumnya.


III. Kesimpulan
 Sebelum melakukan wawancara perlu dilakukan persiapan secara matang terlebih dahulu.
 Seorang wartawan harus mengetahui prinsip dasar dan tujuan dari wawancara itu sendiri.
 Wawancara formal hanya akan menambahkan kekakuan dalam sebuah kegiatan wawancara.
 Setiap narasumber tidaklah sama, sehingga perlu ada perlakuan yang berbeda.
 Jangan menjadi wartawan yang apatis, jadilah wartawan yang kritis dan skeptis.


IV. Pertanyaan
1. Bagaimana apabila seorang wartawan mendapatkan intervensi dari sumber berita sehingga mengancam keselamatannya? Apa yang harus dilakukannya?
2. Bagaimana apabila tips dan trik yang diberikan wartawan senior dalam melakukan sebuah wawancara ternyata gagal?
3. Apa yang harus dilakukan apabila pertanyaan yang diajukan ternyata menyinggung narasumber?
4. Mengapa ada istilah off the record?
5. Bagaimana cara menjual gagasan kepada narasumber yang tidak antusias?

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts