PERAN NURDIN KHALID DAN LIGA INDONESIA DALAM MENCETAK PEMAIN TIM NASIONAL

21:41

PERAN NURDIN KHALID DAN LIGA INDONESIA DALAM MENCETAK PEMAIN TIM NASIONAL

“Nurdin turun, Nurdin Turun, Nurdin Turun!”

Itulah yang disampaikan atau diteriakan oleh penonton yang begitu bergelora di Senayan. Mereka tidak sedang berdiri panas-panasan di depan gedung DPR, tetapi mereka sedang duduk manis menantikan laga Indonesia melawan Uruguay di Stadion tersebut.

Apa yang diteriakan tersebut bersifat ambigu. Nurdin pun entah mengerti atau pura-pura bodoh, telah melaksanakan apa yang disuarakan oleh para penonton itu. Ya, ia turun dari kursi dimana ia duduk bersama Presiden SBY, Nugraha Besoes, Menegpora dan beberapa jongosnya.

Mengapa mereka menyuarakan agar Nurdin turun dari posisinya sebagai ketua PSSI?. Perlu saya beritahu kalau Nurdin yang saya maksud bukanlah senior saya yang agak bencong. Nurdin diupayakan agar meletakan jabatannya semata-mata agar PSSI dan sepakbola Indonesia bisa lebih baik.

Degradasinya Persebaya

Nurdin memang memiliki kekuasaan yang dibuktikannya dengan hutang PSSI yang semakin lama semakin berkurang. Tapi, sisi humanis yang menghubungkannya dengan pengusaha seperti Nirwan Bakri membuat Pelita Jaya lolos dari degradasi. Mungkin anda tahu apa yang saya maksud.

Meskipun ini semua hanya perkiraan, tapi kenyataan membuktikan demikian. Ketika ada Munas PSSI, wakil dari Persebaya ngotot agar Nurdin diganti pada Munas tersebut, namun sayang Munas tersebut tidak berarti apa-apa bagi persepakbolaan Indonesia. Hanya acara kumpul-kumpul dan lobi-lobi licik sepakbola.

Karena tidak diturunkan pada Munas tersebut, entah karena dendam yang ditambah hubungan baiknya dengan pengusaha bakrie, apapun dilakukan PSSI untuk menurunkan Persebaya!. Awalnya, Persebaya menang WO atas Persik Kediri karena Persik tidak bisa mengadakan pertandingan atas dasar keamanan. PSSI memutuskan memberikan hasil 3-0 bagi Persebaya. Hingga klimaksnya muncul di akhir kompetisi ketika Persebaya unggul satu poin dari pelita jaya yang tepat berada di tepi atas jurang degradai (peringkat 16). PSSI meminta penjadwalan ulang Persebaya melawan Persik, padahal hasilnya sudah diputuskan bahwa Persebaya menang WO!.

Hingga hari pertandingan, Persebayaa belum juga datang ke Kediri, dan saat waktunya tiba Persebaya memang tidak datang. Inilah contoh yang harus saya acungi keempat jempol saya. Mereka berani menentang ‘kebijakan’ PSSI. Untuk menjalani kompetisi divisi utama pun mereka menolak dan lebih memilih kompetisi Liga Primer Indonesia. Artinya, mereka tidak akan diakui oleh PSSI sebagai klub divisi utama. Persebaya pun degradasi dengan Pelita Jaya unggul dua poin diatas mereka.

Liga Indonesia

Sesuatu yang begitu jelas terlihat pada laga Indonesia melawan Uruguay. Ya, visi bermain yang sempat saya singgung sebelumnya. Memang permainan kadang terlihat cantik ketika passing satu-dua berjalan mulus diantara para pemain. Namun sayang, passing yang dilakukan pemain ini tidak untuk menjebol gawang lawan, tetapi lebih ke gawang sendiri yang dikawal Markus Haris.

Pemain belakang begitu ceroboh ketika mereka sukses mendapatkan bola. Para pemain belakang—dan semua pemain tengah—langsung melakukan umpan panjang kedepan. Logikanya, dengan striker bertubuh 170 cm dan berat 70 kg melawan defender bertubuh 180 cm dan berat 100 kg adalah hal yang bodoh untuk melakukan duel.

Inilah yang disoroti. Mengapa hal elementer tersebut masih terjadi. Tentu saja karena kebiasaan. Liga Indonesia jawabannya. Di Liga ini, apabila tim yang melakukan laga tandang kalah, tentu saja pemain maupun pelatih akan menyalahkan wasit. Di Liga ini semua ingin instan. Tidak ada sebuah proses untuk mencetak gol. Kiper mengumpan ke gawang lawan, diterima striker yang kemudian terjatuh untuk mendapatkan pinalti.

Hal-hal bodoh terjadi ketika laga Internasional tersaji. Melawan Uruguay contohnya. Saya mengerti apabila pemain tegang, tapi apabila terus tegang, berhentilah bermain bola. Masih ada 240 juta penduduk Indonesia yang mungkin bisa menggantikan mereka yang tegang dilapangan. Istilahnya, lempar beli yang baru.

PSSI dan Liga

PSSI memang memegang seluruh peranan dalam sepak bola Indonesia, karena organisasi ini merupakan induk dari sepak bola Indonesia. Apabila ketuanya saja mantan narapidana, bagaimana pengelolaannya. Apabila ketuanya koruptor, bagaimana managemen keuangannya.

Liga Indonesia sendiri diurus oleh Badan Liga Indonesia atau BLI. Mereka yang mengatur semua kewenangan mengenai liga. Artinya, BLI yang memiliki standar wasit yang akan memimpin liga. Tentunya anda semua mengenal betul bagaimana wasit yang memimpin sebuah partai di Liga Indonesia. Buruk!

PSSI dan Liga memang sesuatu yang tidak terpisahkan. Apabila ada tim yang dinilai salah tentu akan dihukum. Tim yang akan dihukum bisa mengajukan banding ke Komisi Banding. Kalau kalah, tim tersebut harus menyetorkan sejumlah uang. Kemana uangnya, ke PSSI tentunya.

Jika ada yang harus disalahkan dalam pengelolaan, silahkan anda yang nilai, siapa yang salah. Tim, managemen, wasit atau organisasinya.

Liga Primer Indonesia

Sebuah gagasan yang bagus ketika terlontar dari…entah dari siapa saya lupa. Pembentukan Liga baru yang lebih profesional bernama LPI. Lihatlah, wasitnya saja bukan wasit lokal. Ditambah dari sisi pembinaan. Namun karena saya sudah mengantuk, LPI akan saya bahas di beberapa postingan selanjutnya.

Nurdin Khalid-ending

Akhirnya, Nurdin memang turun. Ya, dalam arti sebenarnya. Ia turun dari kursinya dan menyalami pemain Indonesia dan Uruguay satu persatu. Bersama SBY dan Menegpora mereka difoto bersama. Terlihat raut agak ‘tidak rela’ dari wajah Nugraha Besoes yang tidak diajak berfoto bersama. Ya nasib jadi jongos.

Nurdin memang sosok fenomenal. Ia berhasil membersihkan hutang PSSI. Di tangannya, Indonesia berhasil menjadi penyelenggara Piala Asia yang mungkin tidak akan terulag untuk kesekian kalinya. Namun disisi lain, ia membawa Liga dan persepakbolaan indonesia semakin terpuruk dengan kebijakan anehnya.

Terima Kasih Nurdin, saya rasa rakyat Indonesia sudah cukup (muak) dengan kinerja anda. Apabila anda masih menjabat sebagai ketua PSSI. Saya hanya bisa berdiri di tribun Stadion Siliwangi saat Timnas menghadapi Maladewa dan berteriak “nurdin turun, nurdin turun, nurdin turun”. Karena militansi suporter di bandung, di akhir kata turun terselip juga kata Anj***. Dadah nurdin!

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts