Pejabat Kemenkominfo Gun Gun: Tifatul dan Harmoko Itu Sama, yang Membedakan Hanya Style

22:54

TL1/ Wawancara/ B/ 2010 Frasetya Vady Aditya

210110090216

Setelah reformasi digadang-gadang, taji Departemen Komunikasi dan Informatika (sekarang kementrian) semakin melempem. Ditambah dengan Undang-undang yang mengatur bahwa Departemen Komunikasi dan Informatika saat itu hanya menjadi pusat pelayanan informasi publik. Media sudah tidak takut dengan departemen yang dulu sempat mengancam saat masih menggunakan nama Departemen Penerangan.

Kini dengan nama baru, Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dibawah panji Ir. Tifatul Sembiring membawa sejuta harapan bagi masyarakat. Rangkaian program kerja dan rencana strategis siap dilaksanakan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Di sela acara “Reuni Akbar 50 Tahun Fikom”, Gun Gun Siswadi ‘membeberkan’ isi dari Kemenkominfo itu kepada Frasetya Vady Aditya pada Sabtu (9/10), di Kampus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Kab. Sumedang, Jawa Barat.

Jurusan saat di Fikom apakah sesuai dengan pekerjaan sekarang?

Sesuai, karena saya bekerja di bidang komunikasi dan informatika.

Apa yang didapatkan saat kuliah dan apakah diterapkan di dunia kerja?

Di kuliah kita mendapat pengetahuan dan teori dan bekerja adalah aplikasi dari teori-teori yang telah diperoleh .

Saat lulus, langsung bekerja?

Oh, tidak. Saya berwirausaha.

Mengapa? Apakah lapangan pekerjaan humas sedikit dan kalah bersaing dengan lulusan lain?

Tidak, saya ingin mencari pengalaman dulu sebelum bekerja formal.

Apa jenis wirausahanya?

Pengadaan meubel untuk sekolah-sekolah dan universitas.

Dananya pasti besar, dan tidak mungkin mahasiswa biasa-biasa melakukannya.

Modalnya tidak terlalu besar karena saya tidak sendirian melakukannya.

Pernah ikut UKM di FIKOM?

Ya, Sepakbola. Saya kipernya, tapi tidak berminat ke Persib.

Saat jaman Soeharto seringkali ada pembatasan terhadap media, tanggapan bapak?

Ya, karena itu memang jamannya, sesuai dengan teori media massa. Saat itu teori otoritarian diaplikasikan. Sebenarnya hal itu tidak dibenarkan. Sekarang ada Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-undang Transaksi Elektronik, sehingga pembatasan tersebut bisa dihindari.

Ormas yang suaranya bertentangan dengan pemerintah bisa ditindak dan diadili, menurut bapak?

Perbedaan pendapat itu boleh, tapi kalau melanggar hukum ya ditindak. Tapi, yang menindak bukan Kemenkominfo tapi polisi.

Jadi tugas bapak apa?

Tugas saya adalah mengembangkan, memberdayakan masyarakat di bidang informasi dan komunikasi.

Caranya?

Melakukan pemberdayaan, misalnya masyarakat diberi pemahaman melakukan literasi media, memahami substansi dari media.

Pemred playboy diadili ini bentuk pengekangan mendapatkan informasi kan?

Ranahnya sudah memasuki pornografi. Seperti acara ‘Q’ Film yang didemo pada beberapa hari yang lalu. Harus dilihat juga norma-norma dari budaya kita. Apabila tidak pantas, boleh saja somasi dilakukan agar hal tersebut tidak dilakukan.

Ormas-ormas semacam Hizbut Tahrir, FPI, sebenarnya potensial untuk mengarahkan massa, peran dari kemenkominfo sendiri bagaimana?

Kemenkominfo tidak fokus pada ormas karena itu urusan Kementrian Dalam Negeri, kami ini lembaga komunikasinya. Di Kemenkominfo ada Kelompok Informasi Masyarakat. Masyarakat diberi pemahaman untuk mengerti informasi yang bisa meningkatkan harkat hidup mereka. Informasi sebagai komoditas yang bisa diperjual belikan sehingga memberikan nilai tambah.

Contohnya?

Kemarin saya dari tarakan, harga coklat di tarakan mencapai sepuluh ribu, tetapi karena petani tidak mempunyai akses terhadap informasi, dia hanya menjual tujuh ribu. Ada selisih tiga ribu, nah inilah yang diambil oleh tengkulak. Dengan teknologi tadi, mereka bisa menjual lebih tinggi.

Bagaimana dengan wartawan ‘bodrek?’

Wartawan profesional itu kan 5W1H mereka melihat substnsinya apa, kalau wartawan bodrek biasanya langsung tanya ‘bagaimana anggaran pak’. Biasanya saya langsung ajarkan disitu bagaimana menjadi wartawan yang benar.

Saat Harmoko menjabat sebagai Menteri Penerangan, otoriterkah?

Saat itu saya masih menjadi Kepala Seksi. Dia sering berdialog dengan masyarakat, mencari aspirasi dari masyarakat. Menyerap aspirasi dari bawah misalnya jalan di desanya jelek, maka Pak Harmoko memintanya kepada Menteri Pekerjaan Umum.

Bagaimana dengan pembredelan?

Itu lebih kepada sistemnya Soeharto.

Teknologi semakin canggih, banyak yang menilai orang-orang dari Kemenkominfo itu ‘gaptek’, keadaan yang sebenarnya bagaimana?

Teknologi itu baru masuk ke Indonesia sekitar tahun 2000. Teknologi itu dibuat bukan untuk ‘mengagetkan’ masyarakat. Jadi kita sama-sama belajar lah.

Banyak program pemerintah yang gagal, seperti internet masuk sekolah, tanggapan bapak?

Kalau teknologi itu masuk ke masyarakat yang penting itu bagaimana masyarakat menggunakannya, berarti harus ada program seperti pelatihan. Keberlangsungannya harus diperhatikan. Monitoring dan evaluasi di lakukan oleh pemerintah setiap bulan. Hasilnya, apakah masyarakatnya tidak bisa menggunakan, apakah tidak ada jaringannya, apa teknologinya sudah ketinggalan. Kedepannya, monitoring itu sangat penting, jangan ditinggalkan lah.

Banyak orang menilai kesalahan itu dari Kemenkominfo sendiri, di Cimahi misalnya, baru diresmikan Dede Yusuf keesokan harinya sudah dicabut internetnya, bagaimana ini?

Mungkin itu program kominfo daerah.

Artinya tidak sinkron?

Harusnya sinkron, tembus ke pusat tapi sekarang kan jamannya otonomi daerah. Waktu jamannya Departemen Penerangan vertikal, sehingga semua diketahui dan di urus pusat.

Apa yang menjadi kendala selama 24 tahun ini?

Biasanya masalah koordinasi. Kata orang memang betul, koordinasi itu gampang diucapkan tapi sulit dilakukan.

Akan digabung dengan Kementrian Perhubungan?

Iya, sudah tidak matching ini. Yang satu mengurus infrastruktur jalan, yang satu mengurusi informasi. Kan gak nyambung.

Lebih bagus mana menurut bapak, vertikal atau otonomi daerah?

Ada plus minusnya. Vertikal dari pusat ke daerah akan sama. Kalau sekarang setiap daerah memiliki aturan tersendii.

Bentuk bantuan ke daerah bagaimana?

Komputer misalnya, tapi melihat dulu. Bagaimana masyarakatnya, ada listrik tidak, pemerintah daerahnya komitmen tidak. Jadi, tidak hanya pasang begitu saja. Harus ada komitmen dari semua pihak.

Dari pemerintah pusat 100 komputer, sampai ke daerah hanya 50, tanggapannya?

Ah tidak ada itu.

Bagaimana kalau ada yang seperti itu?

Itu sudah masuk ranah hukum, yang menindak bukan kominfo.

Program jangka pendek kominfo?

Ada program seperti Internet kecamatan, Desa Pintar, Desa Informasi, Desa Berdering, masih banyak lagi.

Kalau seperti itu, masyarakat kita sudah tertinggal terlalu jauh?

Target open summit information itu pada 2015 seluruh masyarakat dunia itu sudah bisa mengakses media massa, televisi, radio dan surat kabar.

Bapak yakin?

Harusnya yakin…

Apa ada perubahan setiap pergantian menteri?

Kemenkominfo ada program selama 5 tahun yaitu Rencana Strategi. Seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

Setiap menteri apa perbedaannya?

Setiap menteri sama karena program sudah tertuang dalam rencana strategi (renstra). Yang berbeda hanya dari keinginan mereka. Ada yang ingin cepat-cepat dilaksanakan, seperti itu. Tifatul dan Harmoko itu sama, yang membedakan hanya Style nya saja. Pembawaannya yang berbeda.

Banyak yang meragukan Tifatul Sembiring, pandangan bapak?

Tidak, dia profesional. Program masyarakat banyak yang dia lakukan. Seperti desa infomasi, desa berdering, internet kecamatan. Ini dilakukan agar masyarakat memahami teknologi informasi. Dari teknologi informasi ini diharapkan masyarakat memahami cara-cara dan memanfaatkannya.

Tifatul itu bawaan presiden, bagusnya menteri diambil langsung dari kementrian itu sendiri, menurut bapak?

Itu hak preogratif presiden. Presiden juga melihat kapabilitasnya. Tidak mungkin orang yang tidak mengerti informasi jadi menteri kominfo.

Bagaimana sosok Tifatul Sembiring?

Latar belakangnya memang Insinyur Teknologi Informasi. Latar belakangnya memang seperti itu. Pas untuk memimpin Kominfo.

Menteri-menteri sebelumnya ditempatkan oleh presiden atau ditarik dari dalam?

Ada yang dari lingkungan intern Kemenkominfo ada juga dari luar. Itu sepenuhnya hak presiden. Presiden juga tidak mungkin menempatkan orang yang tidak pas dengan keahliannya.

Menteri yang dari lingkungan kementrian dan menteri yang ditempatkan, apa perbedaannya?

Renstranya sudah ada, jadi tidak tergantung menterinya. Tinggal stylenya saja. Ada yang lebih cepat. Teknik memimpinnya yang berbeda. Menteri itu yang mengatur, mengelola.

Pernah ada penyesalan tidak masuk Kemenkominfo

Harus disyukuri, karena ini bukan paksaan, bukan atas orang tua atau siaapapun. Disini tempat untuk mengabdi sepenuhnya.

Minat bapak sebelum masuk Kemenkominfo

Komunikasi saja, saya kan dari humas, jadi berhubungn juga dengan media. Maka, saya mengurusi media di Kemenkominfo.

Membicarakan media, perkembangan yang begitu cepat menurut tanggapan bapak?

Kalau mau eksis terus tentu harus diiringi dengan teknologi informasi. Media setiap tahun berkembang kan. Jamannya era teknologi berarti merekan harus mengikuti.

Protes terhadap siaran atau media masih bisakah ke Kemenkominfo?

Menurut Undang-undang sudah tidak bisa. Kalau siaran televisi ya ke KPI kalau media cetak bisa ke Dewan Pers. Nanti malah di bredel lagi.

Apakah surat kabar akan tergantikan dengan teknologi yang semakin berkembang?

Masyarakat kita macam-macam. Yang di kota besar mungkin lebih suka dengan internet. Tapi, kalau di pedesaan ya mungkin lebih suka dengan fisik yang berbentuk kertas. Dulu harus ada SIUP untuk menerbitkan surat kabar, tapi sekarang sudah tidak ada. Bukan berarti media bebas, tetapi media harus melihat ada atau tidaknya pasar.

Kebijakan Kemenkominfo apa?

TIdak ada, hanya melaksanakan Renstra saja. Kewenangannya hanya di masalah perijinan.

Masalah Liga Inggris yang dimonopoli oleh Astro mengapa ditangani oleh Kemenkominfo bukan KPI?

Astro kan Tv Berlangganan.

Di luar sana, bagaimana pandangan orang terhadap lulusan Fikom?

Positif, namun perlu ditingkatkan kembali agar lulusannya ini berguna bagi masyarakat.

Siapa yang memotivasi hidup bapak?

Anak-anak, istri, orang tua, keluarga lah.

Dunia kerja itu berat?

Tergantung pada loyalitas kita terhadap masyarakat melalui pekerjaan.

Fikom akan membuka jurusan world class university tapi hanya jurusan jurnalsitik, tanggapan bapak?

Yang penting ilmunya bisa teraplikasikan. Cara berfikirnya juga harus lebih dewasa lagi.

Mungkinkah ada kecemburuan dari jurusan lain mengingat bapak alumni Humas?

Tidak lah, yang ada harus lebih ditingkatkan lagi. Seperti beasiswa, teknologi. Saya tidak tahu apakah fikom siap.

Bagaimana harapan bapak untuk lulusan fikom kedepannya?

Ilmu itu bermanfaat ketika berguna bagi masyarakat. Bagaimana aplikasinya agar mendorong masyarakat untuk meningkatkan kesejahterannya. Melalui apa, khusus fikom ini bagaimana informasi itu menjadi kebutuhan, menjadi nilai tambah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di kampus teori, praktiknya dilapaangan. Harapannya, dengan ilmu yang diperoleh ini dapat membuat masyarakat lepas dari pengangguran, kemiskinan. Bagaimana caranya agar bermanfaat untuk mereka. Itu yang diperlukan.***

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts